Dalam sejarah film action, ada banyak karakter “one-man army“. Ketika menonton film-film itu, kita pasti akan melihat jagoan yang punya kemampuan begitu hebat dan kelihatannya susah mati. Tapi, di antara semua itu mungkin tidak ada yang mengalahkan Aatami Korpi di film Sisu kalau soal susah mati.
Sisu merupakan film aksi thriller berlatar sejarah hasil kerjasama Amerika Serikat dan Finlandia. Film ini disutradarai oleh Jalmari Helander dan dibintangi aktor-aktor yang mungkin belum pernah kamu dengan namanya, seperti Jorma Tommila, Aksel Hennie, Jack Doolan, Mimosa Willamo, dan Onni Tommila.
Jalmari Helander, sebagai sang sutradara, pernah menjelaskan kalau film ini mendapat inspirasi dari film Rambo pertama First Blood (1982) dan juga dari sosok legenda sniper Simo Hayha. Menarik kan?
Cerita Film Sisu
Sisu mengikuti kisah Aatami Korpi yang hidup sendirian di daerah Lapland, Finland, sebagai seorang pencari emas. Pada suatu ketika, Aatami menemukan emas dalam jumlah banyak di dalam penggaliannya. Ia pun mengumpulkannya dan segera pergi untuk menjualnya.

Dalam perjalanan itu, Aatami bertemu dengan pasukan SS Nazi yang sedang mundur ke Norwegia sambil membakar desa-desa Finlandia dan menyebar ranjau. Rombongan utama pasukan SS itu, yang dipimpin oleh Bruno Helldorf, membiarkan Aatami lewat. Pasukan yang berada di belakang menemukan Aatami membawa emas lalu berniat merebut dan membunuhnya. Namun Aatami malah membantai mereka.
Helldorf yang mendengar suara tembakan menyuruh pasukan berbalik dan menemukan Aatami yang sedang mengumpulkan emasnya. Helldorf pun memerintahkan anak buahnya untuk menembak Aatami. Tapi usaha itu gagal karena Aatami lebih dulu meledakkan ranjau yang ada di sekitar mereka membuat wilayah itu tertutup asap.
Aatami berhasil kabur untuk sementara waktu. Di sisi lain, Helldorf menemukan kalung dogtag Aatami. Berdasar informasi dari pusat, diketahui kalau Aatami Korpi adalah seorang mantan pasukan komando yang legendaris.
Setelah keluarganya dibunuh pasukan Rusia dalam perang, Aatamii membalas dendam dengan membantai pasukan Rusia. Sampai-sampai ia mendapat julukan “one-man death squad” dan juga dipanggil “Koshchei” atau “Yang Abadi” oleh pihak Rusia.
Markas menyuruh Helldorf dan pasukannya mengacuhkan Aatami dan tetap mengikuti rencana semula. Namun Helldorf menganggap emas itu bisa menjadi modal ketika perang berakhir. Ia pun memutuskan untuk memburu Aatami.
Penuh Aksi Brutal Tanpa Basa-basi
Kalau kamu menonton film Sisu, dalam beberapa momen di awal kamu akan merasakan bahwa jarang ada dialog di film ini. Sebagian besar peristiwa memang diceritakan melalui tindakan.
Yah, hal ini bisa saja disebabkan karena aktor-aktor yang main di film ini mungkin kurang lancar bicara bahasa Inggris. Tapi toh minimnya dialog bukan berarti film ini kehilangan sesuatu.

Dalam beberapa momen awal itu pula kamu akan menemukan kalau film ini memang brutal tanpa basa-basi. Lalu kebrutalan itu juga ditunjukkan dengan cukup gamblang tanpa malu-malu.
Misalnya seperti ketika tentara SS mau mengeksekusi Aatami saat menemukan emasnya. Aatami kemudian berrbalik dan menusukkan pisau di kepalanya. Bukan di dada, bukan di perut, bukan di leher. Tapi di kepala, menembus tengkorak.
Contoh lainnya, ketika seorang tentara Nazi menyisir dan menginjak ranjau, badannya meledak dan kakinya terlihat terlempar di udara. Lalu, adegan dilanjutkan dengan Helldorf yang menyuruh tentara lain melakukan hal yang sama dengan hasil yang sama pula.
Mungkin dari sisi tampilan kekerasan, film Sisu ini boleh dibilang mirip dengan kekerasan yang biasa terlihat di film-film Quentin Tarantino. Atau, kalau tadi sang sutradara menyebutkan film Rambo pertama menjadi inspirasinya, mungkin film Rambo IV (2008) lebih tepat.
Tapi begitulah, kekerasan yang ditampilkan di film ini memang yang bagai bumbu utama dalam ceritanya. Bukan apa-apa. Plot cerita film Sisu memang berjalan lurus tanpa banyak bicara soal hal lain. Aatami menemukan emas, pasukan Nazi mau mau merebut dan memburunya, Aatami berusaha kabur, Nazi mengambil emasnya, Aatami balik memburunya. Sederhana.
Sisu juga tidak banyak ambil pusing dengan masalah perkembangan karakter. Karakter Aatami sudah jadi legenda dan ia membuktikan legenda itu. Sementara pasukan SS Nazi juga ditunjukkan kejam dan punya niat buruk. Jadi penceritaannya memang cukup hitam putih. Toh kesederhanaan ini yang mampu membuat film ini menjadi intens.

Yang tidak kalah menarik, film ini masih sempat memberikan beberapa adegan dramatis dengan sinematografi yang keren. Misalnya di adegan sungai ketika Aatami menyergap tentara Nazi di bawah air.
Selain itu, musik di film ini pun layak diacungi jempol. Iringan musiknya mampu mendikte nuansa sebuah adegan walau adegan itu hanya sederhana. Secara perlahan, iringan musik ini juga membangun ketegangan di latar belakang sehingga kita tetap bisa merasakan bahwa akan ada suatu peristiwa yang akan terjadi.
Nah, seiring film berjalan. Kamu juga akan melihat bagaimana film Sisu menempatkan Aatami sebagai tokoh overpower sampai dalam tahap yang cukup menggelikan. Ia bisa bertahan hidup dari segala kejadian. Jangankan hanya dipukuli, diberondong peluru dan digantung saja Aatami masih bisa bertahan hidup.
Ketika ada adegan salah satu tentara Nazi bertanya pada tahanan perempuan apakah ia percaya kalau Aatami itu abadi, di tahanan perempuan menjawab, “Tidak. Ia hanya menolak mati”. Yah, kelihatannya memang begitu.
So, kalau kekerasan tadi adalah bumbu penyedap film ini, maka aksi yang over the top adalah dagingnya. Bahkan, saya pikir menonton aksi yang ada di film ini sudah menyamai nonton pertarungan monster di film-film Godzilla.
Cocok untuk Penggemar Film Action
Jadi memang film Sisu ini mungkin tidak untuk semua orang. Seperti tidak semua orang bisa suka dengan film John Wick atau tidak semua orang suka nonton film Godzilla atau bahkan tidak semua orang menikmati film-film Quentin Tarantino. Tapi jika kamu memang suka film action dengan tensi tinggi dan laga yang brutal, maka film Sisu ini wajib kamu tonton.
Saat review ini saya tulis, film Sisu sedang tayang di layanan streaming Netflix.