The Boy and the Heron, yang memiliki judul asli Kimitachi wa Dō Ikiru ka, merupakan salah satu film yang paling diantisipasi sebelum dirilis. Tentu saja karena film ini adalah film dari Studio Ghibli, sekaligus merupakan karya Hayao Miyazaki yang keluar dari masa pensiun untuk kesekian kalinya.
Film The Boy and the Heron bercerita tentang seorang anak laki-laki yang setelah kematian ibunya pindah ke rumah keluarga ibu tirinya di desa. Di sana ia bertemu dengan bangau abu-abu yang bisa bicara dan sebuah menara misterius berisi dunia magis.
Proses produksi film ini sendiri cukup heboh. Rumornya, karena membantu proyek ini, Studio Ponoc sampai menangguhkan produksi film mereka sendiri, The Imaginary (2023). Lalu para pengisi suara untuk versi bahasa Inggris adalah aktor-aktor terkenal, meliputi: Christian Bale, Dave Bautista, Gemma Chan, Willem Dafoe, Karen Fukuhara, Mark Hamill, Robert Pattinson dan Florence Pugh.
Pada akhirnya, film buatan Hayao Miyazaki ini memang terbukti kedahsyatannya dan berhasil memenangkan Piala Oscar, BAFTA, dan Golden Globe untuk Film Animasi Terbaik di tahun 2024.
The Boy and the Heron dirilis pada akhir tahun 2023 dan tayang di bioskop Indonesia pada tanggal 29 November 2023. Film ini kemudian dirilis secara digital di beberapa wilayah tertenttu pada tanggal 25 Juni 2024 dan nantinya akan tayang secara streaming melalui Netflix.
Cerita The Boy and the Heron
Berlatar saat Perang Pasifik berlangsung, Mahito Maki kehilangan ibunya, Hisako, dalam sebuah kebakaran di rumah sakit di Tokyo, tempat ibunya dirawat. Ayahnya, Shoichi, pemilik pabrik yang membuat peralatan tempur, kemudian menikahi adik perempuan ibunya itu, Natsuko. Mereka lalu pindah ke rumah keluarga Natsuko di desa.

Di sana, Mahito bertemu dengan seekor burung bangau abu-abu yang membawanya ke sebuah menara misterius yang dibuat oleh kakeknya. Sementara itu, Mahito juga kesulitan untuk menyesuaikan diri. Ia terlibat perkelahian saat pulang sekolah dan melukai dirinya sendiri supaya bisa tidak masuk sekolah.
Si Burung Bangau datang lagi dan berkata pada Mahito kalau ia masih bisa bertemu dengan ibunya. Tidak percaya dan marah, Mahito lalu menyerang si Bangau, yang membuatnya diserang oleh segerombolan katak. Ia diselamatkan oleh Natsuko yang menembakkan panah ke Burung Bangau yang kemudian kabur.
Berniat mengejar si Bangau, Mahito menyiapkan busur dan beserta panahnya. Kegiatannya itu menarik perhatian Kiriko, salah satu nenek pelayan Natsuko. Sementara itu, Natsuko pergi ke dalam hutan dan menghilang.
Mahito kemudian mencari ibu tirinya itu ke hutan tersebut bersama Kiriko, yang membawanya ke sisi lain menara misterius. Di sana ia kembali bertemu dengan si Bangau yang berusaha menipunya dengan sosok palsu ibunya. Setelah Mahito berhasil mengalahkan si Bangau, yang memiliki wujud manusia, Penguasa Menara setuju untuk menemuinya.
Mahito pun masuk ke sebuah dunia lain. Dalam usaha mencari tahu, ia diserang oleh sekelompok pelikan dan diselamatkan oleh Kiriko versi muda. Setelah itu ia membantu Kiriko yang menjaga Warawara untuk bisa terlahir sebagai manusia. Saat para pelikan menyerang lagi, mereka diselamatkan oleh Himi, seorang gadis berkekuatan api.

Keesokannya Mahito kembali bertemu dengan si Manusia Bangau. Berdamai, mereka kemudian melanjutkan perjalanan untuk mencari Natsuko. Di sebuah rumah yang dikuasai manusia burung parkit, Mahito diselamatkan oleh Himi yang membawanya ke dalam menara.
Di sana, Himi menunjukkan pintu yang menjadi portal ke dunia asli mereka dan juga memberitahu di mana Natsuko berada. Saat berusaha menyelamatkan Natsuko, kekuatan menara menyerang Mahito dan membuatnya ditahan oleh pasukan manusia parkit.
Mahito kemudian berhasil menemui si Penguasa Menara yang ternyata adalah kakeknya dan ia mendapat tanggung jawab untuk melanjutkan tugas sang kakek mengelola dunia di dalam menara tersebut.
Imajinasi Hayao Miyazaki Membayar Semuanya
Sungguh, sebenarnya tidak mudah mengulas film-film Studio Ghibli. Karena seringkali ada banyak metafora di dalamnya. Begitupun film The Boy and the Heron ini.
Seperti bisa kamu lihat dari plot cerita di atas, ada banyak peristiwa terjadi di dalam film ini. Jujur, saya merasa plot cerita film ini agak terlalu penuh sesak. Ada masalah antara Mahito dengan kematian Ibunya dan hadirnya Natsuko, ada hubungannya dengan si Manusia Burung, ada menara misterius, dan ada dunia di dalam menara beserta aturannya sendiri.

Dengan begitu, seperti kebanyakan film yang berusaha memasukkan banyak hal di dalam ceritanya, tidak semua bisa dijelaskan seutuhnya. Film Furiosa: A Mad Max Saga (2024) dan My Oni Girl (2024) merupakan dua film yang cukup terasa lubang-lubang plotnya.
Banyaknya hal yang dimasukkan dalam cerita juga sedikit mengganggu ritme film The Boy and the Heron. Ada beberapa bagian yang terasa terburu-buru dan berjalan dengan cepat sebelum kondisinya mantap. Lihat saja hubungan antara Mahito dan si Manusia Bangau yang terasa berlompatan kondisinya.
Tapi untungnya, beberapa hal yang agak membingungkan dan kurang mendapat jawaban masih tidak mengganggu jalannya cerita. Misalnya soal kekuatan Himi, boneka kayu nenek-nenek pelayan, motif si Raja Parkit, juga nasib si Manusia Bangau di akhir film (jika membandingkan dengan nasib Manusia Parkit).
Yah, tentu saja, walau ada beberapa kekurangannya, imajinasi Hayao Miyazaki yang kelihatannya tanpa batas itu bisa membayar semuanya dengan lunas. Dari sisi dunia magis, film ini menyajikan dunia yang tidak kalah dengan film-film Studio Ghibli sebelumnya. Liar dan tak terduga.
Penggambaran berbagai karakter di dalamnya juga kompleks dan unik. Seperti Shoichi, ayah Mahito yang sedikit angkuh, Natsuko yang baik tapi menyimpan sesuatu yang mengganjal, sampai nenek-nenek pelayan yang bertingkah aneh, dan tentu saja Mahito sendiri, seorang anak yang baik tapi tercabik oleh rasa kehilangan.
Ada poin menarik soal imjinasi Hayao Miyazaki kali ini. Sutradara legendaris ini sudah terkenal suka dengan penggambaran terbang di angkasa. Hal ini bisa kamu perhatikan sejak film Nausicaä of the Valley of the Wind (1984) sampai The Wind Rises (2013).

Tapi berbagai karakter burung (sebagai makhluk yang terbang) di film ini punya posisi kompleks, tidak seindah sebelumnya. Mulai dari si Manusia Bangau sendiri yang sering tidak jelas posisinya, para pelikan yang memangsa Warawara (walau terpaksa), sampai Manusia Parkit yang memangsa manusia.
Film The Boy and the Heron juga menghadirkan makhluk-makhluk kecil yang lucu, yaitu Warawara. Makhluk kecil seperti ini kerap muncul di film sebelumnya. Misalnya Susuwatari alias Makkuro kurosuke, makhluk kecill hitam, di film My Neighbor Totoro (1988) dan Spirited Away (2001), atau Kodama , makhluk kecil putih, di film Princess Mononoke (1997).
Salah Satu Yang Terbaik
Bagi saya pribadi, film The Boy and the Heron bukanlah film Hayao Miyazaki yang terbaik. Film-film seperti Nausicaä of the Valley of the Wind, Castle in the Sky (1986), My Neighbor Totoro, Princess Mononoke, dan Spirited Away memiliki plot cerita yang lebih tajam dan rapat. Begitupun jika dibandingkan dengan film Studio Ghibli hasil arahan Isao Takahata, seperti Grave of the Fireflies (1988) dan Pom Poko (1994).
Tapi The Boy and the Heron jelas termasuk jelas termasuk di antara film-film Studio Ghibli terbaik. Film ini masih memberikan alur cerita yang mengalir lancar, walaupun ada kekurangannya, dan tetap memberikan imajinasi yang dahsyat.
Secara umum, The Boy and the Heron berhasil menjadi sebuah film dengan nilai hiburan yang luar biasa.