Review Justice League ; Modal Satu Superman Aja Cukup

Source : twitter.com

Di Indonesia, Rabu tanggal 15 November kemarin adalah hari yang sakral untuk para fans superhero movie, karena rilisnya film Justice League.

Dari semua materi teaser dan trailer sebelum filmnya rilis, Justice League bisa dibilang cukup menjanjikan cerita yang seru. Batman, Wonder Woman, the Flash, Aquaman, dan Cyborg sebagai superhero bersatu menjaga kedamaian bumi dari serbuan Parademons dan Steppenwolf yang mengincar ‘unity’ dengan mother boxes sebagai medianya.

Dibandingkan dengan film sebelumnya (BvS lho ya, bukan Wonder Woman), Justice League punya character development yang cukup progresif karena Bruce Wayne dihadapkan dengan masalah yang nggak bisa dia hadapi sendirian. Diana sebagai Wonder Woman juga baru di film ini terlihat ragu dalam mengemban misi, namun mampu mengatasi keraguan tersebut sebelum final battle. Arthur Curry? Hooo nggak usah ditanya lagi, di Justice League dia bener-bener badass dalam membantai Parademons, meskipun cuma sedikit masa lalunya yang diceritakan. Victor Stone (Cyborg) yang punya peran penting karena kekuatannya, juga bisa memposisikan sebagai team-player meskipun sebelumnya merasa ragu untuk bergabung dengan Justice League. Nah, Barry Allen? Nggak usah ditanya lagi, di filmnya kamu bakal ngeliat banyak celotehannya yang bisa bikin kamu terkekeh.

Secara Visual, Justice League punya momen yang bisa memanjakan mata penonton yang demen fighting scene. Tapi ada juga beberapa scene yang CGI-nya bener-bener bikin mata sakit — point of interest dan backgroundnya kelihatan editan banget.

Dari beberapa karakter superhero yang ada di Justice League, kamu emang bisa melihat fighting style yang berbeda, tapi entah kenapa makin kesini makin terlihat monoton dan pacenya berantakan. Batman nggak terlihat memanfaatkan devicenya dengan maksimal, fight coreography Wonder Woman, Cyborg, dan the Flash juga nggak variatif, cuma Aquaman yang bener-bener terlihat bersemangat mengayunkan quindent-nya dan menyayat Parademons dengan buas.

Kali ini Danny Elfman nggak ngasih scoring yang memorable dan membekas bahkan sampai setelah filmnya selesai. Beda dengan Wonder Woman Main Theme yang sampai sekarang selalu bisa diingat dan bikin semangat. Banyak yang yakin kalo scoring dari Danny Elfman bisa memberikan identitas di scene yang penting, dan memang sih keyakinan belum tentu benar. Malah lebih nostalgic pas mendengar theme Batman animated yang diperdengarkan waktu pertamakali Batman muncul saat Commisioner Gordon menyalakan Bat Signal.

BACA JUGA  Gwyneth Paltrow Ga Sengaja Ngungkapin Bakal Jadi Apa Pepper Potts di Avenger 4?

Hal yang lebih disayangkan adalah plot film Justice League secara keseluruhan dan treatment ke 2nd tier-character yang payah. Alfred dan Commissioner Gordon harusnya bisa punya peran yang lebih penting, nggak sekedar jadi enabler Bruce Wayne sebagai Batman. Begitu pula dengan karakter lainnya.

Source : Trailer Justice League

Sebagai film superhero movie, Justice League menghadirkan Steppenwolf udah terhitung langkah yang berani. Tapi sepanjang film, terror yang dia sebarkan nggak cukup untuk bikin Justice League berusaha keras. Modal satu Superman aja udah cukup.

Overall, Justice League adalah film yang mampu bikin kamu terkekeh karena interaksi antar karakternya. Karakter sentral yang lovable bisa jadi toleransi kamu dalam menyelesaikan film ini. Tapi sekali lagi, kalau kamu nungguin battle scene yang heboh, seru, dan bombastis, yaa jangan pasang ekspektasimu terlalu tinggi.

%d blogger menyukai ini: