Ijinkan saya membuka review film Rebel Moon Part Two: The Scargiver ini dengan sebuah pengakuan. Saya sebenarnya tidak punya niat untuk nonton film ini, kecuali karena untuk menulis review. Yah, terutama karena film pertamanya, Rebel Moon Part One: A Child of Fire, meninggalkan rasa yang cukup masam.
Rebel Moon merupakan sebuah saga ruang angkasa karya Zack Snyder, sutradara yang terkenal menggarap film-film 300 (2006), Watchmen (2009), dan Army of the Dead (2021), juga film-film DCEU seperti Man of Steel (2013), Batman v Superman: Dawn of Justice (2015), dan Zack Snyder’s Justice League (2021).
Saga Rebel Moon awalnya diniatkan menjadi sebuah film Star Wars — yang ditolak — yang mengubah film Seven Samurai karya Akira Kurosawa film petualangan ruang angkasa. Film ini dibuat dalam dua bagian, seperti yang sudah ada saat ini, yaitu Rebel Moon Part One: A Child of Fire dan Rebel Moon Part Two: The Scargiver. Namun, jika melihat akhir film kedua, nampaknya akan ada film ketiga.
Terus terang, melihat film pertama merupakan setengah cerita dari Seven Samurai, mungkin kita sudah bisa menduga kalau Rebel Moon Part Two ini akan menjadi setengah cerita berikutnya. Tapi mari kita lihat apakah Zack Snyder memberikan sesuatu yang berbeda dari film pertamanya.
Cerita Rebel Moon Part Two: The Scargiver
Meneruskan film pertama, Rebel Moon Part Two: The Scargiver menceritakan bagaimana Kora dan para pejuang yang ia temukan di film pertama tiba di Veldt, mempersiapkan warga desa untuk bertahan dari serangan pasukan Motherworld pimpinan Admiral Atticus Noble, dan berperang melawan mereka.

Film dibuka melalui adegan yang dinarasikan oleh Jimmy, sang robot ksatria, yang menunjukkan bahwa Admiral Atticus Noble dihidupkan kembali setelah tewas dikalahkan oleh Kora.
Sementara itu, Kora bersama jagoan yang selamat dari pertempuran sebelumnya — Gunnar, Jenderal Titus, Nemesis, Tarak, dan Millius — tiba di Veldt. Mereka mengabarkan kalau Admiral Noble berhasil dibunuh dan warga desa tidak perlu bersiap untuk berperang.
Tapi salah satu tentara Motherworld, yang kini berpihak pada warga desa namun berpura-pura tetap setia, memberitahu bahwa Admiral Noble masih tetap hidup dan pasukan Motherworld akan menyerang desa dalam waktu 5 hari.
Titus, sebagai Jenderal yang berpengalaman, memberitahu warga desa untuk segera mengumpulkan hasil panen dan meletakkannya di sekitar rumah-rumah. Tujuannya adalah agar pasukan Motherworld tidak menembak rumah-rumah itu karena mereeka membutuhkan hasil panen tersebut. Dengan demikian, warga desa bisa membuat pertahanan di sana.
Para jagoan juga kemudian melatih warga desa untuk bertempur. Mulai dari membuat gorong-gorong, menyiapkan jebakan, sampai belajar menembak dan memakai pedang atau peralatan tempur yang ada.

Demikianlah saat penentuan tiba. Pasukan Motherworld datang untuk menagih hasil panen yang jadi kesepakatan sebelumnya, sekaligus memburu Kora dan teman-temannya. Pertempuran pun tidak terelakkan.
Masih Berkutat Dengan Plot Seven Samurai
Oke. Seperti sudah bisa diduga, film Rebel Moon Part Two: The Scargiver ini memang masih berkutat dengan plot film Seven Samurai, tepatnya separuh terakhir dari film Akira Kurosawa itu. Tapi memang ada sedikit tambahan cerita di dalamnya.
Toh untuk sebuah film berdurasi dua jam, Rebel Moon Part Two masih terasa bertele-tele. Zack Snyder masih masih dengan berbagai gambar filler dan adegan slo-mo, sama seperti film pertama. Sementara tidak berusaha membangun konflik yang mengikat karakter dan cerita di dalamnya.
Begini. Di film Seven Samurai, ketika para samurai tiba di desa yang akan mereeka bela, mereka menghadapi ketidak percayaan warga desa. Baik dari yang takut akan dikhianati maupun yang takut kalau anak perempuannya akan diperkosa atau diculik. Jadi ada konflik tersendiri selain dari ancaman gerombolan penjahat.
Tapi di Rebel Moon Part Two, tidak ada hal seperti itu. Bahkan, para jagoan yang datang tidak mencurigai bagaimana mantan tentara yang tertinggal mendapat informasi, atau berusaha memanfaatkan kondisi itu. Yah, memang Admiral Noble pun segera menduga kalau Kora sudah ada di Veldt.
Zack Snyder nampaknya berusaha sedikit menambah kedalaman cerita para jagoan dengan membuat mereka menceritakan masa lalu masing-masing. Yang kemudian juga menjadi sarana untuk menunjukkan bahwa Kora menutupi identitas sebenarnya, yaitu Arthelais, angak angkat Balisarius.

Tapi sayangnya, cerita itu — yang muncul melalui berbagai fragmen adegan — hanyalah kisah yang diungkapkan saja. Tidak ada peristiwa lain yang mendukung karakteristik masing-masing tokoh sesuai latar belakang mereka.
Kora yang menyembunyikan identitasnya pun pada akhirnya diketahui oleh yang lain kalau ia adalah Arthelais, yang sudah membunuh putri Raja. Tapi itu pun hanya lewat begitu saja dan ia tetap mendapat dukungan tanpa banyak pertanyaan lebih jauh.
Bahkan, Zack Snyder tidak berusaha membangun adegan pertempuran yang mengaitkan emosi kita pada cerita itu. Misalnya, alih-alih berkorban untuk melindungi seorang anak atau sebuah keluarga di desa itu, Nemesis gugur karena bertarung secara terbuka dan dikeroyok oleh pasukan Motherworld.
Yah, memang ada seorang anak yang kemudian berusaha menolong Nemesis walau terlambat. Sebuah adegan yang berusaha membangkitkan emosi tapi sia-sia karena cuma gambar saja tanpa esensi apapun.
Oya, bicara soal adegan yang memancing emosi, Zack Snyder juga sedikit memberikan sisi romantis dengan adegan asmara antara Kora dan Gunnar, yang sayangnya juga kurang berkesan, tidak punya kedalaman, dan tidak terasa memberi efek dramatis yang cukup di film ini.
Pertempurannya Cukup Konyol
Ya… Hal lain yang cukup bikin saya garuk-garuk kepala adalah pertempurannya yang cukup konyol. Lagi-lagi, di Seven Samurai ada ritme pertempuran, saat para penjahat menyerang satu sisi dan digagalkan oleh taktik yang diterapkan oleh para samurai dan warga desa. Pertempuran berjalan sampai segala taktik habis dan akhirnya menjadi sebuah perang terbuka.
Di film Rebel Moon Part two: The Scargiver sayangnya taktik itu tidak terlalu mendalam dan tidak ditunjukkan penerapannya di dalam film. Kebanyakan yang terjadi adalah perang terbuka.

Seperti Nemesis yang menjaga pintu sendirian hanya bermodal dua pedang melawan sekelompok pasukan berpedang dari Motherworld atau Titus dan Tarak yang mengajak warga desa keluar dari persembunyian untuk menghadapi pasukan Motherworld. Bayangkan. Warga desa dengan persenjataan minim melawan pasukan penguasa galaksi dengan pedang dan senjata laser, juga robot perang besar. Konyol.
Lebih konyolnya lagi, pertempuran memang berjalan sesuai plot. Heh, Titus dan Tarak bisa maju ke medan pertempuran di tengah tembakan laser simpang siur, tanpa satu pun tembakan mengarah ke mereka. Begitu pun dengan Kora dan Gunnar yang menyelundup ke pesawat induk Motherworld.
Pada akhirnya, pertempuran yang terjadi di Veldt ini sangat terasa diatur plotnya. Dengan begitu, tidak memberikan ketegangan atau mengikat emosi apapun. Hanya sekedar tampilan visual adegan aksi yang riuh dan — lagi-lagi — adegan slo-mo yang sok dramatis (padahal tidak perlu).
Masih Belum Memuaskan
Jadi… yah, memang ternyata perasaan saya setelah menonton Rebel Moon Part Two: The Scargiver ini masih sama dengan perasaan setelah menonton film pertama. Antara kurang puas dan agak jengkel.
Mungkin perasaan saya ini tidak akan sejengkel itu kalau Rebel Moon ini memang disebut adaptasi dari Seven Samurai seperti versi dua film remake-nya The Magnificent Seven. Atau jika mengambil inspirasi, seperti Star Wars mencomot kisah Hidden Fortress buatan Akira Kurosawa tapi berhasil membangun dunianya sendiri.
Tapi ketika disebut bahwa ini merupakan saga epik ruang angkasa namun ternyata hanya memindah plot film Seven Samurai dengan menambah sedikit cerita tambahan, terus terang rasanya jadi berbeda. Berbeda dengan Star Wars yang meningkatkan skala konfliknya, Rebel Moon tetap meletakkan konflik antara satu desa melawan pasukan kelas galaksi. Dari sini sudah terlihat ketimpangannya.
Sekali lagi, Rebel Moon Part Two: The Scargiver masih sama seperti film pertamanya, masih “meh”. Ujian sebenarnya akan ada di film ketiga yang mungkin akan menyajikan kisah yang orisinal. Walau jujur, saya juga tidak merasa yakin.