Review Boy Kills World (2023): Yayan Ruhian Badass Abis!

gambar gambar bill skaarsgard di film boy kills world

Nampaknya film tentang balas dendam terutama yang punya karakter one man army seperti John Wick masih menjadi daya tarik. Karena film Boy Kills World yang dibintangi oleh Bill Skaarsgard, Andre Koji, Famke Jansen, dan Yayan Ruhian ini memakai resep serupa walau dengan twist tersendiri.

Secara umum, Boy Kills World bercerita tentang seorang bocah yang dibesarkan oleh ahli bela diri dan memiliki misi balas dendam setelah keluarganya dibunuh. Film ini disutradarai oleh Moritz Mohr, yang melakukan debutnya sebagai sutradara di Hollywood.

Ada beberapa faktor yang cukup membuat film ini menarik. Pertama, pendekatannya lebih bernuansa komedi, dan yang kedua, ada Yayan Ruhian sebagai final boss yang badass abis. Pastinya selalu menarik melihat kiprah aktor Indonesia di kancah perfilman Hollywood.

Sinopsis Film Boy Kills World

Seorang anak, yang di film ini hanya dipanggil Boy (Bill Skaarsgard), mengalami trauma setelah ayah, ibu, dan adiknya yang bernama Mina, dibunuh secara kejam oleh Hilda (Famke Jansen), kepala keluarga Van Der Koy yang menguasai kota itu. Mereka tewas dalam proses The Culling, yang menjadi cara keluarga Van Der Koy untuk memberantas kaum pemberontak.

gambar bill skaarsgard dan yayan ruhian di film boy kills world

Boy, yang dibiarkan tetap hidup walau menjadi tuli dan bisu, diselamatkan dan diasuh oleh seorang ahli bela diri yang disebut Shaman (Yayan Ruhian). Ia kemudian beranjak dewasa dengan berlatih ilmu bela diri dari Shaman. Tujuannya adalah membalas dendam dan membunuh Hilda Van Der Koy atas kematian keluarganya.

Sebuah kesempatan tiba ketika Glen (Sharlto Copley) dan Gideon Van Der Koy (Brett Gelman) tiba di kota untuk mencari 12 orang sebagai bagian dari The Culling. Glen membuat kesalahan dan memicu kekacauan di kota, yang berujung pada pembunuhan warga kota oleh June 27 (Jessica Rrothe), jagoan andalan keluarga Van Der Koy. Boy mengambil momen itu untuk menyelinap ke dalam mobil mereka.

Sesampainya di sebuah gudang, keberadaan Boy diketahui dan ia diserang oleh Glen beserta anak buahnya. Berhasil mengalahkan mereka, ia kemudian bersahabat dengan tahanan lainnya, Bansho (Andrew Koji), yang ternyata merupakan salah satu anggota pemberontak. Dari Glen, mereka mengetahui kalau Hilda mengadakan pesta sebelum acara The Culling berlangsung.

Bansho mengajak Boy untuk menemui para pemberontak. Namun mereka menemukan kalau semua anggota sudah tewas, kecuali Benny (Isaiah Mustafa). Memanfaatkan apa yang ada, mereka bertiga pun menyusun rencana untuk masuk ke pesta keluarga Van Der Koy.

Komedinya Nanggung, Aksinya Keren

Dari sisi cerita, boleh dibilang formula yang diterapkan oleh film Boy Kills World ini sangat standar dan sudah sering kita lihat di berbagai film lain.

gambar karakter glen, june 27, gideon di film boy kills world

Ada anak yang orang tuanya dibunuh berlatih keras untuk membalas dendam lalu menjalankan misi pribadinya itu. Lalu ada pihak penguasa yang berusaha menekan rakyat biasa dan ada kaum pemberontak yang menggulingkannya. Misi si anak dan kaum pemberontak ini sejalan dan mereka pun bekerja sama.

Toh topik film seperti itu sudah menjadi sesuatu yang klasik. Jadi bukan masalah. Yang menjadi poin pentingnya adalah bagaimana sebuah film bisa mengantarkan topik yang klise itu secara menarik.

Film ini berusaha melakukannya melalui pendekatan komedi, pertarungan yang sangar, adegan yang brutal, dan twist pada plotnya.

Seperti sudah disebut di atas, film Boy Kills World hadir dengan nuansa komedi. Salah satunya, karena Boy bisu dan tuli, ia memilih suara batin (yang jadi narator) seperti suara gagah yang ada di dalam game arcade. Ia juga suka bersikap sebagai jagoan di dalam game. Tapi sayangnya tidak semua humor yang ada di film ini sukses membuat kelucuan.

Yah, memang ada beberapa yang cukup menggelikan, seperti tokoh Benny yang bicara dengan bahasanya sendiri, tapi bisa dipahami oleh Bansho, sementara Boy pura-pura paham. Hanya saja, rata-rata humornya tidak sampai dengan baik.

Sehingga, kalau bicara soal komedi, film ini jadi sekedar “kisahnya nggak diceritakan dengan serius”.

gambar bill skaarsgard sebagai boy di dalah satu adegan film boy kills world

Lalu, seperti film-film action kebanyakan akhir-akhir ini, film Boy Kills World ini menampilkan berbagai adegan kekerasan yang cukup brutal. Tidak hanya dalam pertarungan dan pertempuran saja, tapi juga beberapa adegan lain. Misalnya ketika Bansho tidak sengaja menjatuhkan alat berat ke atas kepala Glen saat menginterogasinya karena tangannya berkeringat.

Tapi di sisi lain, adegan aksi yang ada di film ini sangat seru. Baik itu dari adegan latihan si Boy sampai pertarungan melawan para tentara Van Der Koy. Koreografi pertarungannya keren. Apalagi adegan aksi yang menampilkan Yayan Ruhian, terutama di babak ketiga film ini.

Bukannya saya mau bersikap over-pride ya. Tapi entah kenapa nampaknya film Boy Kills World ini dirancang sedemikian serupa supaya bisa menampilkan Yayan Ruhian secara optimal di dalam film.

Lihat saja, bagaimana ia digambarkan sebagai Shaman yang menyendiri di dalam hutan. Setting rumah gubuk dengan berbagai peralatan latihan yang tradisional, sampai baju yang dipakai oleh Om Yayan ini — termasuk sandal jepit — disesuaikan dengan supaya sosoknya tampil natural.

Lalu bisa dilihat juga dari tokoh Boy yang bisu dan tuli. Ini menjadi solusi jitu untuk dialog antara Boy dan Shaman. Yah, untuk meminimalisir masalah bahasa. Siapa tahu Om Yayan bahasa Inggrisnya kurang bagus.

gambar adegan yayan ruhian di film boy kills world

Toh Yayan Ruhian walau tanpa dialog tetap mampu menampilkan karakternya dengan baik. Paling tidak dari ekspresi wajahnya dan — tentu saja — dari aksinya.

Nah, bicara soal karakter, sebenarnya beberapa karakter lain juga menarik. Misalnya Glen Van Der Koy yang perlente dan jadi wajah keluarga itu di hadapan publik tapi sebenarnya nggak bisa apa-apa (lalu diejek fuck puppet).

Begitu juga tokoh June 27 yang pakai helm dengan kaca layar LCD. Selain karakternya jadi unik, tulisan yang muncul di kaca helm ini juga jadi media humor (walau kurang nendang) dan jadi solusi komunikasi dengan si Boy.

Sayangnya beberapa tokoh itu terasa kurang tampil maksimal. Yah, ini resiko sih. Dengan banyaknya tokoh dan peristiwa yang terjadi (atau ingin ditonjolkan), tidak semua bisa muncul dengan baik atau optimal.

Film Seru Buat Hiburan

Oke, jadi bagaimana film Boy Kills World ini? Kalau menurut saya sih film ini masih lumayan asik ditonton buat seru-seruan. Memang ada beberapa faktor yang kurang. Sisi komedi kurang nendang, ceritanya yang klise dan standar, atau latar belakangnya yang kurang jelas.

gambar Jessica Rothe sebagai June 27 di film boy kills world

Tapi semua kekurangan itu masih cukup bisa diterima. Minimal masih plotnya masih berhubungan dengan baik dan tidak ada yang bikin ngantuk.

Apalagi kalau kamu memang suka film action, terutama yang brutal. Adegan aksi di film ini menurut saya sudah cukup jadi alasan buat nonton. Koreografinya bagus dan sangar. Pertempurannya satisfying-lah. Kalau kamu tidak termasuk penggemar film action, ya mungkin film ini tidak akan menarik ditonton.

Tapi yah…. sekali lagi, kalau kamu suka film action, dan ingin mmelihat penampilan Yayan Ruhian yang sangar, Boy Kills World bisa saya rekomendasikan.

Boy Kills World
Asik Buat Seru-seruan
Film Boy Kills World ini memang ceritanya cukup klise. Tapi adegan aksinya cukup layak jadi alasan buat nonton. Seru.
6
Penulis

Kalau menurutmu bagaimana?