Popculture.id sudah lama nggak menulis ulasan film. Terakhir kali, saya mengulas film Black Widow yang cukup mengecewakan dan juga The Suicide Squad yang mengobatinya. Setelah terobati, kali ini saya akan menulis review film baru berjudul Moxie. Film ini sendiri sebenarnya telah cukup lama dirilis. Kini film Moxie bisa ditonton di kanal streaming Netflix.
Moxie sendiri adalah film drama anak sekolah yang disutradarai oleh Amy Poehler. Film ini diadaptasi dari novel berjudul sama karya Jennifer Mathieu yang diterbitkan tahun 2015 silam. Ada beberapa bintang terkenal dan aktris-aktris muda yang berperan dalam film ini. Beberapa diantaranya ada Nico Hiraga, Hadley Robinson, Lauren Tsai, Alycia Pascual Pena, Josephine Langford dan masih banyak yang lainnya. Satu hal yang pasti, film ini didominasi aktor-aktor muda.
Drama Anak Sekolah yang Menyegarkan

Film bertema kehidupan anak sekolah tentu bukan hal yang aneh lagi bagi kita. Industri perfilman banyak negara pasti pernah membuat sebuah film bertema drama anak sekolahan ini. Contohnya di Indonesia kita punya Dilan. Terlepas dari itu, Hollywood seakan-akan nggak bosan untuk terus mengeksploitasi tema kegemaran para remaja ini. Namun, khusus untuk Moxie, Amy Poehler memberikan kesegaran meski nggak segar-segar amat sih~
Secara luas, Moxie adalah film yang berkisah tentang sekelompok siswa perempuan yang menentang status quo yang dipertahankan berbagai pihak di sekolahannya. Hal ini disebaurkan dengan tema persahabatan dan cinta diantara karakter-karakternya. Secara umum, Moxie ini film yang tipikal. Hal yang membuat film ini berbeda adalah pengetahuan feminisme yang ingin mereka sampaikan. Hasilnya kita melihat perspektif kehidupan anak sekolahan dari kacamata para perempuan pemberontak ini.
Perkenalan Pada Feminisme

Seperti sudah disinggung sedikit, Moxie adalah film yang berfokus pada perkenalan ide-idel feminisme. Lebih tepatnya adalah fenimisme liberal yang berkembang di Amerika Serikat. Buat kamu yang mungkin belum tahu, feminisme sendiri adalah ide dan gerakan yang berfokus pada isu-isu perempuan. Feminisme percaya bahwa perempuan di seluruh dunia masih terkungkung oleh patriarki yang membuat para perempuan kesulitan untuk berekspresi.
Nah film Moxie ini akan memperkenalkan kita pada ide-ide dasar dari feminisme lewat konflik-konflik yang terjadi di sekolahan. Film ini juga menggambarkan eskalasi isu dan bagaimana cara perempuan memberontak dengan sangat baik. Mereka memulai dari isu-isu kecil seperti menggunakan tanda di tangan sampai mengurusi pemerkosaan. Semua konflik yang yang dibahas ini bermula dari Moxie sebuah majalah feminis independen yang diciptakan oleh sang tokoh utama yang terinspirasi dari ibunya sendiri. Meski klise, Moxie menjadi contoh lain bagaimana kata-kata yang tepat bisa menginspirasi banyak orang.
Seimbang dan Nggak Memaksakan

Hari ini banyak orang-orang yang menentang fenimise liberal ala Amerika Serikat. Bukan tanpa alasan, banyak yang menganggap kalau para feminis ini terlalu berlebihan dalam menyebarkan ide-ide mereka. Kenyataan ini nggak berlaku dalam Moxie. Menurut saya pribadi, Amy Poehler sangat memperhitungkan banyah hal sehingga film ini nggak seperti menggurui penontonnya. Komedi dan hubungan anak dan ibu menjadi cara paling sederhana mendiskusikan ide radikal para perempuan ini.
Meski membahas feminisme, nggak berarti film Moxie berhenti di sana. Film ini tetap mengembangkan cerita utama; kehidupan anak sekolahan. Dengan durasi 2 jam, kita bisa menikmati kehidupan sang tokoh utama dari sisi psikologis maupun dari segi sosialnya. Pengembangan karakter ini menarik sehingga membuat film Moxie begitu berimbang. Sentuhan roman dalam film ini juga sangat membantu penonton untuk ‘beristirahat’ setelah menelan diskusi feminisme di adegan-adegan pentingnya.
Nah itu dia review film Moxie versi Popculture.id. Gimana menurut kalian Popins? Adakah di antara kalian yang pernah menonton film ini? Buat yang belum, apakah kalian tertarik untuk menontonnya?