1917 adalah salah satu film yang masuk dalam nominasi berbagai penghargaan. Salah satunya nominasi Oscar atau Academy Awards dan memenangkan Golden Globe 2020 untuk Film Drama Terbaik. Film ini juga terkenal karena teknik pengambilan gambar yang terlihat seperti sekali rekam (one shot). Benarkah film ini memang fenomenal? Ijinkan saya memberi review ala kadarnya untuk film 1917.
Cerita film 1917 adalah tentang kisah perjalanan dua tentara Inggris— Schofield (George MacKay) dan Blake (Dean-Charles Chapman)—yang mendapat tugas menyampaikan pesan ke garda depan pertempuran. Pesan dari Jenderal Erinmore (Collin Firth) itu harus sampai di tangan Kolonel MacKenzie (Benedict Cumberbatch) sebelum serangan fajar dilakukan oleh tentara Inggris. Kalau gagal, 1600 tentara Inggris akan masuk ke perangkap Jerman. Tugas ini juga akan mempertemukan Kopral Blake dengan kakaknya yang berada di batalion lain.
Sebuah Pencapaian Sinematografi
Sam Mendes, sebagai sutradara film ini, mengajak kita mengikuti perjalanan kedua tentara Inggris itu dari dekat dan secara “langsung”. Untuk itulah ia menggunakan teknik pengambilan gambar yang terlihat tidak terputus. Seolah-olah diambil dalam sekali rekam (one shot).

Sutradara Christopher Nolan juga memiliki visi serupa dalam filmnya, Dunkirk (2017). Nolan memakai detik jam sebagai acuan ritme film. Ia juga sengaja menyetel suara dengan keras agar penonton merasa benar-benar berada di tengah pertempuran. Dua pendekatan berbeda, namun tujuannya sama: membawa penonton masuk ke dalam cerita.
Yah—sedikit spoiler—pertempuran Perang Dunia I itu sendiri tidak terlihat. Tapi kita memang melihat pengalaman kedua prajurit itu menghadapi kekejaman Perang Dunia I dari dekat. Menelusuri parit pertahanan, menyeberangi medan maut no man’s land, melewati banyak mayat, termasuk ketika keduanya terkena ledakan di dalam ruang bawah tanah di parit pertahanan Jerman.
Apa Layak Jadi Film Terbaik?
Sam Mendes bersama tim produksi sangat berhasil dalam hal audio visual. Terutama untuk teknik pergerakan kamera yang fenomenal. Namun selain itu, tata cahaya dan artistik juga luar biasa (perhatikan adegan di kota Écoust).
Namun dari sisi cerita, sebenarnya tidak banyak yang ditawarkan oleh film 1917. Tidak ada konflik atau drama yang mendalam. Masing-masing tokoh yang ada juga tidak memiliki karakter yang menonjol. Walau banyak aktor hebat di dalam film ini—maaf, sekali lagi sedikit spoiler—mereka tidak cukup lama tampil.

Penampilan mereka, termasuk pemeran kedua prajurit ini, memang tidak buruk. Hanya saja, kurang spesial. Kalau mau membandingkan, tidak ada konflik yang menunjukkan karakter seperti yang dialami tokoh yang dimainkan oleh Cillian Murphy di Dunkirk.
Kalau mau jujur, ada pula beberapa adegan yang kurang terasa wajar. Misalnya—maaf untuk kesekian kalinya kalau spoiler—ketika Kapten Smith (Mark Strong) dan pasukannya datang tanpa disadari (mereka datang naik truk dan bahkan ada prajurit yang sudah kencing di samping rumah). Tapi kalau kamu tidak memperhatikan secara detil, hal tersebut tidak akan mengganggu.
Kelihatannya memang pengalaman (visual)-lah yang dijual oleh film ini. Sisi pengalaman itu pun cukup berhasil menutup kelemahan lain film ini secara umum. Di sisi ini, saya pikir film 1917 lebih berhasil dari Dunkirk (sekali lagi, kalau mau membandingkan).
Apakah film ini layak sebagai nominasi Oscar 2020 dan pemenang Film Terbaik Golden Globe 2020? Saya pikir begitu. Film ini merupakan pencapaian sinematografi yang luar biasa dan sebuah pengalaman visual yang fenomenal.
Terima kasih sudah membaca review film 1917 ini. Sebagai bonus, berikut ada video behind the scene dari Insider yang menunjukkan bagaimana teknik sinematografi dibalik efek “one shot” itu.