Film Prey (2022) yang disebut sebagai prekuel film-film Predator sudah tayang di Disney+. Sebelum ini banyak orang punya ekspektasi tinggi pada film ini, termasuk saya. Jadi, apakah film ini memang bagus dan memenuhi harapan itu? Inilah review film Prey dari kami.
Prey bertempat di wilayah suku Indian Comanche pada tahun 1719. Naru, seorang gadis di suku itu, ingin membuktikan kalau ia juga seorang pemburu. Di sisi lain, sesosok Predator juga datang ke bumi untuk mengalahkan makhluk terkuat planet ini sesuai tradisinya.
Naru yang tidak sengaja bertemu dengan si Predator berusaha memberitahu kalau ada ancaman di wilayah itu. Namun, para pejuang Comanche tidak menganggap serius peringatannya.
Susunan Cerita Film Prey Menarik
Pada babak pertama film ini, ketika tokoh-tokoh dan masalah diperkenalkan, saya merasa kalau penulis Patrick Aison dan sutradara Dan Trachtenberg menggarapnya dengan penuh pertimbangan.
Bisa kita maklumi kalau kita melihat filmografi Dan Trachtenberg sebelumnya. Ia pernah menggarap film 10 Cloverfield Lane dan juga menjadi sutradara serial The Boys untuk episode pertama yang berjudul The Name of the Game.

Film ini memperkenalkan permasalahan secara perlahan tapi pasti. Naru yang berusaha membuktikan kemampuannya sebagai pemburu, seringkali gagal walau insting dan cara berpikirnya benar. Lalu kita juga melihat bagaimana si Predator menaklukan predator bumi dan mengumpulkan trofinya, seperti serigala dan beruang.
Untuk memberi dimensi yang lebih, film ini juga bukan sekedar Naru dan pejuang Comanche vs Predator saja. Tapi juga menghadirkan orang Perancis yang juga mengetahui keberadaan Predator. Mereka bahkan menggunakan Naru dan kakaknya sebagai umpan.
Strategi umpan ini juga merupakan salah satu detil plot yang cerdas di antara beberapa lainnya. Sebelum secara ironis dipakai oleh orang Perancis untuk menarik perhatian si Predator, Naru sudah mengungkapkan strategi serupa ketika pejuang Comanche memburu singa gunung (cougar).

Seperti yang sudah pernah dikabarkan sebelumnya, Prey yang rilis di tahun 2022 ini memberikan penghormatan tersendiri pada film Predator aslinya yang tayang tahun 1987.
Adegan lumpur hisap jelas mengingatkan kita pada film pertama. Menariknya, pendekatan di Prey berbeda. Lumpur yang di film pertama berfungsi menutup suhu tubuh diganti dengan tanaman yang jika di makan akan ‘mendinginkan darah’ (entah bagaimana cara kerjanya).
Jadi memang Patrick Aison pantas diacungi jempol untuk menulis naskah yang cerdik. Begitu juga dengan Dan Trachtenberg yang mampu mengolah adegan dengan asik.
Di sisi lain, film ini juga punya kelemahan. Plot yang ada tidak terlalu tegang (seperti yang saya harapkan). Lalu Naru juga terlihat tiba-tiba menyadari kelemahan Predator mendekati akhir film. Tidak ada proses ‘bagaimana cara mengalahkannya’ terlihat secara spesifik.
Angin Segar Waralaba Predator
Bagi saya, film Prey memberikan angin segar bagi waralaba Predator. Latar di masa lalu bisa memberikan tantangan spesifik sesuai teknologi dan kondisi di era itu.
Walau mungkin prekuel dan sekuel tidak selalu berhasil, setelah menyaksikan Prey, kita bisa dengan mudah membayangkan jika ada film Predator dengan latar lain. Misalnya di era Perang Salib (mungkin ada sekelompok tentara Kristen dan Muslim yang akhirnya harus bekerja sama). Yah, tentunya jika ditangani dengan pas.

Bicara soal ini, sadarkah kamu kalau pemeran Prey tidak ada yang benar-benar bintang Hollywood? Dan Tranchtenberg berkeras menggunakan aktor dengan keturunan bangsa asli Amerika (Indian), dan hal ini tidak mengurangi kualitas film.
Kalau kamu ingat, hal yang sama pernah dilakukan oleh Mel Gibson ketika membuat film Apocalypto secara lebih ekstrim. Ia bahkan menetapkan kalau dialog film menggunakan bahasa Maya Tucatec.
Sama seperti Apocalypto — walau tidak seekstrim itu — Prey tetap mampu memberikan tontonan menarik dan seru. Saya pikir Dan Trachtenberg berhasil membawa beban waralaba Predator dengan baik.
Mungkin agak sayang ketika film seperti ini “hanya” rilis di kanal streaming. Padahal, film ini sangat layak ditonton di layar besar bioskop. Tapi bisa kita maklumi juga kalau 20th Century Studi agak kurang pede kalau mau melepasnya di bioskop.
Menariknya film ini membuatnya layak menjadi salah satu rekomendasi film action terbaik di tahun 2022. Nah, apakah kamu sepakat dengan review film Prey kami ini? Mungkin punya pendapat berbeda? Silakan berkomentar.