Film Dune: Part Two mulai tayang di bioskop Indonesia pada tanggal 28 Februari 2024. Film ini termasuk film terbaru yang paling dinanti dan di gadang-gadang sebagai salah satu film sekuel terbaik setelah Lord of the Rings: The Two Towers.
Secara umum, film Dune memang sangat ditunggu oleh penggemar novel karangan Frank Herbert itu. Dua adaptasi sebelumnya, film tahun 1984 karya David Lunch dan mini seri tahun 2000 karya John Harrison, gagal memenuhi harapan fans.
Kemudian tibalah film Dune karya Denis Villeneuve pada tahun 2021. Melihat karya-karya sang sutradara sebelumnya, fans pun menaruh harapan besar. Harapan itu terpenuhi. Film Dune hasil karya Denis Villeneuve pun disebut sebagai salah satu film fiksi ilmiah terbaik.
Melihat film pertamanya, saya yakin Dune: Part Two juga tidak jauh berbeda. Kita akan melihat tampilan visual yang mewah, akting yang menawan dari nama-nama besar yang menghiasinya — baik karakter lama maupun karakter baru, dan cerita yang dramatis.
Tapi apakah memang begitu? Apakah Dune: Part Two memang bagus? Ijinkan saya memberikan sedikit opini soal itu.
Sinopsis Dune: Part Two
Dune: Part Two melanjutkan petualangan Paul Atreides dalam usaha membalas dendam pada Keluarga Harkonnen. Di film kedua ini, Paul bergabung dengan kaum Fremen demi menggalang kekuatan. Namun Paul menghadapi tantangan besar sehubungan ramalan dirinya sebagai seorang mesias. Apakah ia akan menerima nasibnya sesuai ramalan itu?

Cerita di film kedua ini dimulai benar-benar setelah film pertama usai. Paul dan ibunya, Lady Jessica, ikut kaum Fremen mengantarkan jenasah Jamis untuk disemayamkan di Siech Tabr dan mereka harus melalui patroli pasukan Keluarga Harkonnen.
Di Siech Tabr, opini kaum Fremen terbagi. Sebagian mencurigai Paul dan ibunya, sementara sebagian lainnya, termasuk Stilgar, percaya kalau Paul adalah mesias yang disebutkan dalam ramalan kaum mereka. Paul sendiri awalnya menolak ramalan tersebut.
Paul kemudian belajar menjadi bagian dari kaum Fremen, mendapat nama baru, Paul Muad’Dib Usul, dan menjalin hubungan asmara dengan Chani. Sementara itu, Lady Jessica yang sedang hamil adik Paul, diangkat menjadi Ibu Tetua (Reverend Mother) dan meminum Air Kehidupan. Janin adik Paul, Alia Atreides, terpapar Air itu, mengakibatkannya bisa memiliki kesadaran dan berkomunikasi dengan ibunya.
Sementara itu, Feyd-Rautha diangkat ayahnya, Baron Vladimir Harkonnen, untuk menggantikan kakaknya Rabban sebagai gubernur di Arrakis. Ibu Tetua Bene Gesserit juga mempersiapkan Feyd-Rautha. Tujuan mereka adalah agar Feyd-Rautha bisa menggantikan sang Emperor.

Untuk mendapat dukungan sepenuhnya dari kaum Fremen, Paul Atreides pergi ke wilayah Selatan Arrakis untuk merangkul kaum Fundamentalis Fremen. Di sana, ia memenuhi ramalan Fremen dan menunjukkan dirinya adalah Lisan al Gaib.
Di sisi lain, Emperor Shaddam IV, Putri Irulan, dan pasukan Sardaukar tiba di Arrakis untuk meminta pertanggung jawaban Keluarga Harkonnen atas pemberontakan yang terjadi dan berusaha menekan pemberontakan kaum Fremen di bawah pimpinan Muad’Dib.
Lebih Banyak Aksi Tapi Kurang Cerita Kurang Imbang
Tampilan Visual dan World-building Keren
Seperti film pertamanya, Dune: Part Two kembali menyajikan world-building yang luar biasa dari cerita ini dengan penampilan visual yang benar-benar mewah. Mulai dari kostum, alam gurun Arrakis yang gersang, dunia Keluarga Harkonnen yang militeristik dan dingin, sampai ke budaya Fremen, juga pesawat dan mesin canggih yang ada.

Denis Vileneuve mengarahkan sisi visual ini dengan detil. Lihat saja palet warna yang ia pakai. Baik nuansa kuning-jingga di gurun Arrakis maupun warna hitam putih saat menampilkan pertarungan gladiator yang dilakukan oleh Feyd-Rautha.
Bahkan bentuk kembang api di wilayah Harkonnen pun — yang juga tampil hitam putih — lebih menyerupai tinta hitam yang terpecah. Peralihan halus antara adegan berwarna dan hitam putih juga merupakan detil menarik dalam menyajikan sisi Keluarga Harkonnen yang militeristik, dingin, dan brutal.
Tentu, teknologi perfilman masa kini yang lebih canggih membantu mencapai keindahan visual dan realisme di dalam film ini, yang tidak bisa dicapai oleh adaptasi sebelumnya.
Plot Kurang Imbang
Dune: Part Two juga menyajikan lebih banyak adegan aksi dibanding film pertamanya. Mulai dari Paul Atreides yang belajar mengendarai Shai-Hulud (sandworm), seerangan gerilya kaum Fremen menghancurkan mesin panen rempah milik Keluarga Harkonnen, pertarungan gladiator Feyd-Rautha dan duelnya dengan Paul Atreides, juga perang antara Fremen dan pihak Harkonnen-Emperor.

Walau begitu, adegan aksi itu tetap bukanlah hal yang dominan atau menjadi fokus film ini. Film Dune: Part Two lebih memfokuskan pada transformasi Paul Atreides — baik idealisme dan emosional — dari pemuda yang canggung menjadi pemimpin, terutama perubahannya setelah minum Air Kehidupan.
Selain itu, kita juga banyak melihat bagaimana “agama” menjadi tunggangan politik untuk meraih kekuasaan. Sebagai Ibu Tetua baru, Lady Jessica dengan lihay menghembuskan isu mesias Lisan Al-Gaib, yang dipercaya oleh kaum Fremen Selatan, termasuk Stilgar. Ia juga memanfaatkannya untuk mengarahkan Paul untuk menjadi Kwisatz Haderach, yang dipercaya oleh Bene Gesserit.
Kedua hal itu hadir secara dominan di film ini. Sayangnya, dominasi transformasi Paul Atreides dan politik “agama” di kaum Fremen ini mengurangi sisi “sebab-akibat” di dalam cerita.
Ya, Paul Atreides sebagai Muad’Dib ikut berperan dalam pemberontakan Fremen, menyabot mesin-mesin panen Keluarga Harkonnen. Tapi kita tidak melihat prosesnya dengan cukup banyak atau bagaimana namanya mulai bergaung di dunia luar selain di kalangan Fremen.

Tidak ada adegan penting yang menunjukkan titik balik untuk hal ini. Yah, walau genrenya berbeda, kamu bisa membandingkan peran Sir William Wallace sebagai pemberontak di film Braveheart dalam menggerogoti kekuasaan Inggris di Skotlandia.
Tiba-tiba Emperor Shaddam IV sudah mendengar kabarnya dari catatan dan diskusi dengan Princess Irulan. Lalu, ia juga merasa harus datang sendiri ke Arrakis untuk menangani hal itu. Sesuatu yang cukup aneh mengingat statusnya sebagai penguasa galaksi beserta pertimbangan politisnya.
Hal ini membuat sisi dramatis dari sosok Paul Atreides sebagai mesias / Lisan Al-Gaib / Kwisatz Haderach berkurang. Ada lompatan yang membuat cerita jadi sedikit kurang padat dan agak hambar.
Peperangan di bagian akhir pun juga terasa terburu-buru, serta tidak menegangkan dan tidak memacu adrenalin. Terlalu mudah. Rasanya hanya sekedar menjadi legitimasi dari transformasi Paul Atreides.

Hal paling dramatis yang saya rasa berkesan di film Dune Part: Two ini adalah ketika semua orang tunduk pada Paul Atreides, kecuali Putri Irulan, yang akan menjadi pasangan politiknya, dan Chani, yang merasa dikhianati dan menolak sosok Paul sebagai mesias. Chani kemudian keluar ruangan untuk pulang ke wilayah utara.
Akting Para Pemerannya Mantap
Selain presentasi visual yang keren, hal lain yang patut diacungi jempol di film Dune: Part Two adalah akting para pemerannya yang benar-benar prima.
Film-film Timothee Chalamet sudah menunjukkan kalau ia adalah aktor muda berbakat. Ia kembali membuktikannya di film ini dengan menunjukkan kerapuhan Paul Atreides di awal dan perubahannya menjadi sosok yang mementingkan politik untuk mencapai ambisinya di akhir. Aksinya juga keren, walau pada saat dual dengan Feyd-Rautha agak terlihat kalah dibanding intensitas Austin Butler.
Austin Butler, yang sebelumnya populer dengan film biografi Elvis dan serial Masters of the Air, sukses menampilkan sosok Feyd-Rautha yang haus pertarungan dan brutal. Sayang, kita tidak melihat sosoknya lebih banyak dan detil di film ini.
Javier Bardem juga tampil bagus sebagai Stilgar, salah satu pemimpin kaum Fremen yang berpengalaman tapi punya sisi kepercayaan tinggi yang kadang terlihat komikal. Begitu juga dengan penampilan Rebecca Ferguson sebagai Lady Jessica yang penuh perhitungan.

Saya pribadi bukanlah fans Zendaya. Tapi harus saya akui peran Zendaya sebagai Chani di Dune: Part Two ini keren. Terutama di bagian akhir film saat Chani menghadapi tansformasi Paul Atreides yang tidak ia sukai.
Yah, bahkan Dave Bautista yang berperan sebagai Rabban juga tampil bagus. Paling tidak, sebagai mantan pegulat yang terjun ke dunia akting seperti Dwayne “The Rock” Johnson, ia berhasil menunjukkan kemampuan aktingnya yang lebih luas. Tidak seperti Dwayne Johnson yang begitu-begitu saja.
Apakah Film Dune: Part Two Bagus?
Oh ya. Kalau kamu bertanya apakah film Dune: Part Two bagus dan layak ditonton, maka saya akan menjawab dengan ya. Walau saya merasa film ini memiliki cerita yang kurang berimbang dan tidak memiliki bobot seperti yang saya harapkan, Dune: Part Two tetap memberikan sebuah pengalaman yang menarik.

Paling tidak kita bisa menikmati petualangan visual yang menakjubkan dan menyaksikan dunia fantasi yang luar biasa. Tentunya kita juga bisa melihat berbagai karakter unik yang diperankan dengan baik oleh para aktornya.
Saya menyadari kalau film ini sudah memiliki durasi yang panjang, yaitu 168 menit. Bisa kita bayangkan sulitnya memilih adegan yang pas sesuai dengan apa yang ingin ditunjukkan oleh film ini. Jika plot naiknya Paul Atreides sebagai Muad’Dib, pemimpim kaum Fremen, ditonjolkan lagi, kemungkinan besar durasi Dune: Part Two bisa jadi lebih panjang lagi.
Denis Villeneuve nampaknya memutuskan kalau transformasi Paul Atreides menjadi fokus utamanya. Inilah yang bisa kita saksikan saat ini (kecuali kalau nanti muncul Director’s Cut dengan durasi lebih panjang).